Selasa, 27 Desember 2011
“Mengugat Imprealisme terhadap Kedaulatan Rakyat atas Sumber Daya Alam”
Sejarah eksploitasi Sumber Daya Alam adalah Sejarah Penindasan, Pembunuhan serta sejarah konflik yang tidak berujung akibat keserakahan pemilik modal dan borjuasi yang senantiasa menggunakan alat kekuasaan (militer).
Dimulai pada saat zaman kolonialisme Belanda, Jepang hingga sampai sekarang. Pada zaman penjajahan dulu, kita dapat melihat dengan jelas bahwa kepentingan kolonial di negeri jajahan adalah merampas hasil bumi secara terang-terangan kemudian membantai kaum pribumi yang melawan.
Apakah kemudian sekarang sudah selesai? Jawabannya adalah belum. Walau dengan kemasan yang baru dan cara-cara yang lebih halus, penjajahan dan penindasan terhadap rakyat demi eksploitasi SDA tetap terjadi. Kasus yang akhir-akhir ini kita dengar misalnya, penolakan tambang yang dilakukan mahasiswa Aceh di kantor Gubernur yang berujung dengan pemukulan oleh aparat keamanan terhadap mahasiswa, kemudian kasus mesuji di lampung, dimana dipicu oleh konflik tanah pada tahun 1997 terjadi perjanjian kerjasama antara PT SWA dengan warga, terkait dengan 564 bidang tanah seluas 1070 ha milik warga untuk diplasmakan. Perjanjian tersebut untuk masa waktu 10 tahun, setelah itu akan dikembalikan lagi kepada warga.Selama kurun waktu 10 tahun, setiap tahunnya warga juga dijanjikan akan mendapat kompensasi. Namun hal itu tidak pernah terwujud, hingga masyarakat melawan dan jatuh korban tewas.
Kemudian kasus BIMA-NTB, warga meminta pembatalan izin tambang emas. Warga menilai tambang emas di Lambu dan Sape dapat merusak lahan pertanian dan tambak milik mereka. Polisi kemudian melakukan pembubaran paksa terhadap pendemo dan tembakan dilepaskan ke arah warga. Warga pun lari menyelamatkan diri. Akhirnya, dua warga tewas akibat tembakan. Aris Rahman (19) dan pelajar bernama Syaiful alias Mahfud (17).
Aceh, Lampung, NTB, Papua adalah contoh kecil, masih banyak sederetan kasus-kasus lain di Negeri ini yang bersumber dari eksploitasi SDA melahirkan konflik tanah dan penindasan terhadap Rakyat. Hal ini apabila terus dibiarkan bukan tidak mungkin akan terus menimbulkan korban-korban baru. Kedaulatan atas SDA sebenarnya secara tertulis telah di atur dalam Konstitusi (UUD 1945) di dalam Pasal 33 dan UU No. 11 tentang Pemerintahan Aceh. Namun, di dalam aturan UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pemerintah malah memberikan akses yang sangat luas kepada Investor untuk menguasai hak atas tanah dan fasiltas-fasilitas dalam usaha eksploitasi SDA.
Tentunya, ini sama saja dengan memberikan akses bagi penjajah untuk menindas bangsanya sendiri dan merampas KEDAULATAN RAKYAT ATAS SUMBER DAYA ALAM. Apalagi, saat ini perusahaan-perusahaan selalu menggunakan aparat keamanan untuk pengamanan, sehingga siapa saja yang memprotes bisa-bisa menjadi korban terjangan peluru mereka, bukankah peluru yang dibeli dengan uang rakyat seharusnya melindungi Rakyat?
Anehnya, peluru itu malah melindungi pemilik modal. Belum lagi persoalan Pemiskinan Struktural dan Pelangaran HAM, Intimidasi, serta Pembodohan yang terus bertambah . Dan hal ini tentu saja tidak bisa di biarkan kawan-kawan. Sebagai mahasiswa, tentunya kita harus memiliki sensitivitas terkait hal ini, penindasan tentu tidak akan berhenti ketika kita tidak melawan terhadap Rezim dan Sistem yang Pro Kapitalis!!!!
Bagi kawan-kawan yang sudah sadar dan memiliki semangat perlawanan untuk melawan Penjajahan oleh Pemilik Modal melalui Alat Negara, maka bisa bergabung bersama kami dalam mimbar bebas tersebut.
Salam Pembebasan!!!
Tunduk di tindas atau Bangkit melawan, karena Mundur adalah Pengkhianatan!!!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar