Kamis, 21 Februari 2013
Pang Amin sang bandar tua
Oleh : QAFRAWI REINZA
Nama Pang Amin juga di kenal di beberapa wilayah di luar kampung. Sudah jelaslah bagaimana pamor Pang Amin selama hidupnya. Terkenal dimana-mana.
WAJAHNYA masih kusam. Dolah terbangun secara tiba-tiba. Sebuah suara tembakan membangunkan dari tidur lelapnya. Suara itu sebenarnya sudah tidak asing lagi baginya. Hanya saja sudah terlalu lama ia tak mendengarnya lagi. Lima tahun sudah setelah perdamaian antara GAM-RI di tahun 2005. Hari ini mungkin agak aneh. Mendengar suara temabakan di suasana damai.
Ia bangkit dari kamarnya. Menuju ke depan jendela kamar seraya membukanya. Matanya terbelalak ketika melihat banyak polisi di sekitar pekarangan rumah tetangganya Pang Amin. Antara hitam dan putih ia melihat samar-samar Pang Amin di giring oleh polisi dengan tangan terikat.
*****
Pang Amin adalah tetua di kampungnya Dolah. Umurnya kini sudah mencapai 45 tahun. Orangnya yang ramah membuat Pang Amin terkenal di seantero kampung. Sehari-harinya ia bekerja sebagai petani kacang. Sudah puluhan tahun Pang Amin menggarap ladang miliknya yang lumayan luas. Konon ceritannya ia memiliki sebagian besar ladang yang ada di kampung itu. Namun karena kebaikan hatinya ia membagi-bagi ladangnya kepada para penduduk yang kurang mampu.
Setiap pagi ia menggendong cangkul dan sebilah parang kesayangannya. Seperti kebanyakan petani lainnya, kedua barang itu memang sangat sakral fungsinya. Sebagai petani kacang, ia tergolong petani yang sukses. Ia bahkan bisa menyekolahkan beberapa anak dari warga yang kurang mampu. Namun begitu Ia sendiri belum menikah.
“Hidup melajang lebih enak. Saya belum bisa untuk memenuhi tanggungjwab kepada calon istri saya kelak” Itu alasannya yang ia kemukakan suatu waktu.
Nama Pang Amin juga di kenal di beberapa wilayah di luar kampung. Sudah jelaslah bagaimana pamor Pang Amin selama hidupnya. Terkenal dimana-mana.
****
Dolah kaget melihat keadaan itu. Dalam hatinya ia bertanya-tanya. Hal ikhwal apa yang terjadi dengan Pang Amin. Ia bergegas keluar dari kamarnya. Berusaha mengorek informasi dari tetangga lainnya. Beberapa warga ada juga yang terkaget-kaget melihat penangkapan Pang Amin secara tiba-tiba. Pang Amin yang tertunduk lesu langsung di bawa ke kantor polisi. Mobil polisi pun berlalu dengan cepat.
Menurut informasi dari polisi, Pang Amin dituduh sebagai bandar narkoba di kota. Ia adalah ketua dari beberapa bandar kecil yang tersebar di kota itu. Banyak orang yang terkejut ketika mendengar informasi tersebut.
“Saya masih ragu terhadap kebenaran tuduhan itu” terdengar suara Ayah Akop yang meragukan penagkapan Pang Amin.
“Pasti ada yang memfitnah Pang Amin. Tidak mungkin ia menjadi bandar narkoba. Ia kan tahu hukum agama”, timpal Cuda Fatimah.
Dolah yang berdiri disamping Cuda Fatimah pun mengiyakan apa yang didengar dari kedua teman akrab Pang Amin itu. Tidak mungkin Pang Amin menjual bubuk haram itu. Dalam hati, Dolah berfikir keras. Siapa yang sudah memfitnah Pang Amin? Mengapa adaorang yang tega memfitnah Pang Amin yang selama ini di kenal dengan sosok yang murah hati. Seingat Dolah, Pang Amin telah banyak membantu warga yang kurang mampu, mulai dari belanja dapur hingga keperluan biaya sekolah beberapa anak yatim.
****
Seperti pada kebiasaan, apabila ada warga yang ditangkap karena hal kriminal, maka kepala desa akan ikut ke kantor polisi untuk dimintai keterangan tentang si pelaku. Hari ini, Abu Musa selaku kepala desa dipanggil ke kantor polisi. Beberapa tetua kampung lainnya juga menemani Abu Musa. Dolah yang masih belia memaksa untuk ikut dalam rombongan itu. Ia tak mau ketinggalan informasi tentang sosok panutannya, Pang Amin.
Setelah sampai di kantor polisi, Abu Musa langsung masuk ke ruangan interogasi. Beliau dicecar dengan beberapa pertanyaan yang mengejutkan.
“Sudah beberapa tahun ini ini Pang Amin menjadi bandar narkoba terbesar di kota, apakah Bapak mengetahuinya?” tanya seoarng polisi di ruangan itu.
“Saya tidak tahu apa-apa tentang hal itu, Pak. Pang Amin hanya seorang petani kacang di kampung saya. Ia dikenal dengan sosok yang murah hati. Saya juga terkejut apila bapak mengatakan, Pang Amin adalah bandar narkoba,” jawab Abu Musa dengan wajah lugunya.
“Memang beberapa minggu belakangan ada beberapa orang yang datang kerumahnya. Tapi mereka terlihat seperti para tauke kacang yang ingin membeli kacang Pang Amin yang kebetulan baru saja panen”, Abu Musa melanjutkan jawabannya.
Polisi itu kemudian melanjutkan dengan beberapa pertanyaan yang mungkin bisa memberikan informasi tambahan. Setelah satu jam lamanya, Abu Musa dipersilahkan meninggalkan ruangan kecil itu.
****
Dengan perasaan yang tidak karuan Abu Musa keluar dari kantor polisi. Para tetua kampung langsung menyerbunya. Pertanyaan bertubi-tubi pun terdegar ditelinganya. Beliau berusaha menjawab pertanyaan mereka.
“Pang Amin dituduh sebagai bandar narkoba. Polisi telah menemukan bukti-bukti yang meyakinkan terhadap keterlibatan Pang Amin dalam jaringan narkoba antar kota. Pang Amin sudah menjadi bandar narkoba selama beberapa tahun.” Jawab Abu Musa.
Semua tetua kampung langsung terdiam. Terkejut dengan jawaban Abu Musa yang mencengangkan. Dolah yang mendengar jawaban Abu Musa langsung terdiam seribu bahasa. Bagaimana bisa sosok panutannya itu berubah menjadi serigala yang mengenakan bulu domba? Apakah harta Pang Amin tidak cukup membahagiakan hidupnya? Dolah hanya bisa berucap semoga apa yang didengarnya hanya fitnah belaka dan Pang Amin cepat kembali ke masyarakat seperti sedia kala.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar